Beranda | Artikel
Bantahan untuk Orang Musyrik (8): Para Cendekia yang Jauh dalam Memahami Tauhid
Senin, 24 Maret 2014

Ternyata para cendekia yang dikira cerdas masih jauh dari pemahaman akidah yang benar. Mereka menafsirkan kalimat tauhid yang menjadi pokok Islam dengan pemahaman keliru dan mereka pun hanya tahu bahwa kalimat laa ilaha illallah hanya cukup di lisan. Sayang seribu sayang, apa yang mereka yakini benar-benar jauh dari hakikat Islam sebenarnya. Mereka pun jauh kalah dari orang musyrik di masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang tahu makna laa ilaha illallah sehingga mereka pun enggan mengucapkannya karena paham akan konsekuensi kalimat tersebut.

Syaikh Muhammad At Tamimi berkata dalam risalah akidahnya,

Tauhid itulah makna dari kalimat laa ilaha illallah (tidak ada ilah yang disembah selain Allah). Dalam persepsi orang musyrik, yang dimaksud ilah adalah sesuatu yang di mana suatu ibadah ditujukan padanya, baik itu malaikat, nabi, wali, pohon kubur dan jin.

Jadi jangan salah paham, orang musyrik itu sebenarnya masih meyakini Allah sebagai pencipta, pemberi rezeki dan pengatur alam semesta sebagaimana pernah diterangkan sebelumnya. Ilah yang dianggap oleh orang musyrik di masa silam sama dengan sebutan as sayyid oleh kalangan Arab kala ini. Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajak mereka pada kalimat tauhid “laa ilaha illallah”.

Yang dituntut dari kalimat laa ilaha illallah bukan hanya dilafazhkan. Yang terpenting adalah memahami maknanya.

Orang kafir yang bodoh saja mengetahui bahwa maksud kalimat laa ilaha illallah adalah mengesakan Allah dengan menggantungkan hati pada-Nya, mengkufuri segala sesuatu yang disembah selain Allah dan berlepas diri dari sesembahan tersebut. Ketika mereka diajak, “Ucapkanlah laa ilaha illallah”. Mereka berkata,

أَجَعَلَ الْآَلِهَةَ إِلَهًا وَاحِدًا إِنَّ هَذَا لَشَيْءٌ عُجَابٌ

Mengapa ia menjadikan tuhan-tuhan itu Tuhan Yang Satu saja? Sesungguhnya ini benar-benar suatu hal yang sangat mengherankan.” (QS. Shaad: 5).

Jika telah diketahui bahwa orang musyrik di masa Nabi mengetahui seperti itu. Maka sungguh aneh, jika ada yang mengaku Islam namun tidak mengetahui tafsiran kalimat laa ilaha illallah yang telah dikenal orang kafir. Bahkan disangka bahwa laa ilaha illallah hanyalah diucapkan di lisan saja, tanpa meyakini maknanya di dalam hati. Juga disayangkan kalangan cendekiawan yang mengaku Islam malah menafsirkan laa ilaha illallah dengan tidak ada pencipta, pemberi rezeki, pengatur urusan selain Allah semata.

Tidak ada kebaikan bagi orang seperti itu, yang orang kafir yang bodoh saja paham mengenai makna laa ilaha illallah dibanding dirinya. Demikian apa yang disampaikan oleh Syaikh Muhammad At Tamimi dalam kitabnya Kasyfu Syubuhaat.

Orang Musyrik Paham Tauhid Rububiyah

Jadi point penting yang ingin disampaikan oleh Syaikh Muhammad bahwa orang musyrik di masa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam meyakini tauhid rububiyah, yaitu meyakini bahwa Allah itu pencipta, pemberi rezeki dan pengatur alam semesta.

Jenis tauhid yang diingkari orang musyrik adalah tauhid ibadah, yaitu bahwa setiap ibadah hanya boleh ditujukan pada Allah. Tidak boleh ibadah tersebut ditujukan pada orang selain-Nya. Beda halnya dengan orang musyrik yang melegalkan bergantungnya hati pada orang sholeh seperti Laata, para nabi seperti ‘Isa, begitu pula bergantung pada pohon dan batu. Mereka menjadikan selain Allah tersebut supaya mendapatkan syafa’at. Sehingga mereka yakini bahwa beristighotsah (meminta diangkat dari musibah), menyembelih, dan bernadzar kepada ‘Uzaa, Manat, Laata, Isa, Maryam dan selainnya sah-sah saja. Oleh karena itu, mereka mengingkari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika beliau memerintah hanya beribadah kepada satu sesembahan saja.

أَجَعَلَ الْآَلِهَةَ إِلَهًا وَاحِدًا إِنَّ هَذَا لَشَيْءٌ عُجَابٌ

Mengapa ia menjadikan tuhan-tuhan itu Tuhan Yang Satu saja? Sesungguhnya ini benar-benar suatu hal yang sangat mengherankan.” (QS. Shaad: 5).

وَيَقُولُونَ أَئِنَّا لَتَارِكُوا آَلِهَتِنَا لِشَاعِرٍ مَجْنُونٍ) بَلْ جَاءَ بِالْحَقِّ وَصَدَّقَ الْمُرْسَلِينَ

Dan mereka berkata: “Apakah sesungguhnya kami harus meninggalkan sembahan-sembahan kami karena seorang penyair gila?” Sebenarnya dia (Muhammad) telah datang membawa kebenaran dan membenarkan rasul-rasul (sebelumnya).” (QS. Ash Shaffaat: 36-37).  (Lihat penjelasan Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Baz dalam Syarh Ibnu Baz ‘ala Kasyfi Syubuhaat, hal. 14-15)

Makna Kalimat Laa Ilaha Illallah

Laa ilaha ilallah tidak tepat dimaknakan dengan makna rububiyah. Bukan maknanya adalah tidak ada pencipta dan pemberi rezeki kecuali Allah. Memang benar Allah itu Pencipta dan Pemberi Rezeki. Namun makna laa ilaha illallah bukanlah yang dituntut seperti itu. Syirik yang terjadi adalah karena penyimpangan dalam tauhid uluhiyah (tauhid ibadah).

Makna laa ilaha illallah sendiri yang tepat adalah,

لا معبود بحق إلا الله

Tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Allah“.

Konsekuensi dari kalimat tauhid adalah mengesakan Allah dalam ibadah dan meninggalkan ibadah selain-Nya. Maksud dari kalimat laa ilaha illallah adalah memahami maknanya dan menjalankan konsekuensinya.

Siapa yang mengucapkan kalimat tersebut namun masih menyembah kepada selain Allah, maka ia berarti tidak benar menjalankan konsekuensi kalimat tersebut. Padahal konsekuensi kalimat laa ilaha illallah adalah harus meninggalkan kesyirikan. Tidak manfaat jika kalimat tersebut hanya diucap. Kalau orang musyrik di masa silam mengetahui maksud kalimat laa ilaha illallah dan mereka tahu kalimat tersebut bukan hanya di lisan. Oleh karena itu, orang-orang musyrik itu mengatakan,

أَجَعَلَ الْآَلِهَةَ إِلَهًا وَاحِدًا إِنَّ هَذَا لَشَيْءٌ عُجَابٌ

Mengapa ia menjadikan tuhan-tuhan itu Tuhan Yang Satu saja? Sesungguhnya ini benar-benar suatu hal yang sangat mengherankan.” (QS. Shaad: 5). (Lihat Syarh Kitab Kasyfi Syubuhaat, Syaikh Sholeh Al Fauzan, hal. 44-45).

Kebodohan Para Cendekiawan Muslim

Sebagaimana kata Syaikh Muhammad At Tamimi, orang musyrik di masa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan itu termasuk orang yang bodoh kalangan mereka, itu saja tahu makna kalimat laa ilaha illallah. Maksud kalimat tersebut adalah hanya menujukan ibadah murni pada Allah. Karena tahu maknanya, mereka tidak mau meninggalkan sesembahan-sesembahan mereka. Mereka terus melestarikan budaya syirik.

Namun sayang seribu sayang, berbeda jauh dengan kalangan cendekiawan muslim saat ini, mereka tidak mengetahui makna kalimat tauhid dan konsekuensinya. Konsekuensinya tentu saja meninggalkan berbagai bentuk ibadah pada kubur, ibadah hanyalah murni pada Allah. Tidak mungkin kedua hal yang kontradiksi ini bersatu.

Benarlah kata Syaikh Muhammad bahwa orang kafir yang bodoh pun lebih pandai dari para cendekiawan yang mengaku Islam. Karena yang diyakini oleh para cendekia bahwa kalimat laa ilaha illallah cukup hanya di lisan. Jadinya, siang dan malam masih legal dan laris doa meminta pada orang yang sudah mati.

Jika orang yang cerdas seperti cendekia saja seperti itu, bagaimana lagi dengan orang yang awam lagi bodoh?

Benarlah kata guru kami, Syaikh Sholeh Al Fauzan bahwa itulah karena kurang perhatian pada dakwah tauhid, hanya ikut-ikutan saja mewariskan budaya nenek moyang turun temurun. Islam hanyalah sekedar keturunan tanpa ingin mengetahui hakekat Islam yang sebenarnya. (Lihat Syarh Kitab Kasyfi Syubuhaat, Syaikh Sholeh Al Fauzan, hal. 48).

Wallahul musta’an. Semoga masih bisa berlanjut pada serial Kasyfu Syubuhaat berikutnya.

 

Referensi:

Syarh Samahatusy Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz ‘ala Kitab Kasyfi Syubuhaat, Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Baz, terbitan Muassasah ‘Abdul ‘Aziz Al Khoiriyyah.

Syarh Kitab Kasyfi Syubuhaat, Syaikh Sholeh bin Fauzan bin ‘Abdillah Al Fauzan, terbitan Muassasah Ar Risalah, cetakan pertama, tahun 1422 H.

Kitab Kasyfu Syubuhat, Syaikh Muhammad bin ‘Abdul Wahhab, naskah bersanad dari guru kami Syaikh Sholih bin ‘Abdillah bin Hamad Al ‘Ushoimi, dalam Muqorrorot Barnamij Muhimmatul ‘Ilmi, cetakan ketiga, 1434 H.

Diselesaikan menjelang shalat Zhuhur di Pesantren Darush Sholihin di Warak Girisekar Gunungkidul, 23 Jumadal Ula 1435 H

Akhukum fillah: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel Rumaysho.Com

Ikuti status kami dengan memfollow FB Muhammad Abduh TuasikalFans Page Mengenal Ajaran Islam Lebih Dekat, Twitter @RumayshoCom

Alhamdulillah, sudah hadir di tengah-tengah Anda buku Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal terbaru: “Kenapa Masih Enggan Shalat?” seharga Rp.16.000,-. Silakan lakukan order dengan format: Buku enggan shalat# nama pemesan# alamat# no HP# jumlah buku, lalu kirim sms ke 0852 00 171 222.


Artikel asli: https://rumaysho.com/7031-bantahan-untuk-orang-musyrik-8-para-cendekia-yang-jauh-dalam-memahami-tauhid.html